Lima Menit yang Terasa Lambat

Beberapa waktu lalu, saya membaca pengalaman wartawan Kompas saat di Mapolda Riau. Ketakutan yang ia tuliskan, sangat terasa dari judul artikelnya, “Menjalani 5 Menit Terlama”. Gambaran kepanikannya saat ia harus berpikir cepat di tengah kekacauan, seperti ikut saya rasakan. Apalagi saat ia tak sengaja berhadapan muka dengan teroris yang akhirnya ditembak mati Polisi beberapa detik kemudian. Ingatan saya melayang ke beberapa peristiwa yang pernah saya alami, meskipun tidak sengeri pengalaman sang wartawan.

Pengelaman pertama saya, terjadi saat saya masih kecil. Meledaknya gudang amunisi Cilandak pasti dirasakan anak-anak Jakarta Selatan angkatan 80an. Awalnya letusan beruntut itu tidak menakutkan saya, karena rasa aman berada di tengah-tengah keluarga. Namun saat orangtua menjadi panik, maka kepanikannya menular ke anak-anak. Adik saya mulai menangis. Berita bolongnya atap umah tetangga sebelah karena ledakan mortir, membuat kami semakin panik, sehingga ortu memutuskan kami mengungsi segera ke rumah saudara di Jakarta Pusat. Seperti pengungsi perang rasanya saat kami bergegas masuk ke dalam mobil dengan membawa barang seadanya.

Emosi orangtua di saat emergency seperti itu, sangat dirasakan anak-anak. Itu terjadi saat hanya berdua dengan si Sulung di Jerman. Januari 2016, kami sedang santai-santai hendak berbelanja kebutuhan sehari hari. Naik kereta subway di bawah tanah, menyebabkan kejadian di permukaan tanah tidak kami ketahui. Makanya kami kaget setengah mati, saat menuju pintu keluar Haupbahnhof (Stasiun kereta utama) dekan Koln Dom, karena depan pintu sudah parkir belasan mobil polisi mengarah kea rah stasiun. Beberapa polisi yang bersentaja lengkap dan memakai rompi anti peluru memberi perintah dalam bahasa Jerman, yang tidak kami mengerti sama sekali. Terpaksa kami masuk kembali ke dalam stasiun.

Saat itu saya berpikir cepat, apakah di dalam stasiun lebih aman daripada di luar? Mengingat polisi mengarahkan senjatanya ke dalam. Terpaksa saya memberanikan diri bertanya kepada seorang Ibu dalam bahasa Inggris. Syukurlah si Ibu mengerti. Katanya polisi sedang mengantisipasi kedatangan imigran illegal dalam jumlah besar. Saat itu memang Angela Markel, Kanselir Jerman belum memberikan sikap jelas kepada imigran.

Berhubung kelompok yang sedang dihadang polisi akan datang dari arah dalam (stasiun kereta), maka saya memutuskan segera keluar dari stasiun. Terpaksa saya mencolek seorang polisi terdekat, bertanya apakah kami boleh lewat. Dengan bahasa Inggris sepotong-potong, Ia menjelaskan supaya saya berjalan memutari polisi, jangan menerobos ke tengah-tengah. Ok deh. Segera kami melipir di tengah rintik hujan yang dingin di bulan Januari. Sikap saya mulai santai. Bahkan sempat memotret rombongan polisi yang baru datang dan sedang bergegas keluar dari mobil.

Lega rasanya bisa melewati keriuhan polisi itu. Namun jalan memutar yang kami lalui, ternyata mengarah ke tempat sepi dimana segerombolan orang berbaju hitam-hitam, laki-laki dan perempuan berwajah timur tengah sedang duduk merunduk menahan dingin. Terus terang saya kaget, sedikit takut dan kasihan juga. Apakah mereka termasuk yang dicari polisi? Berapa lama waktu yang dibutuhkan kalau harus lari menuju polisi bila tiba-tiba mereka menjadi anarkis? Apakah kami sempat lari? Tanpa sadar saya menggenggam erat lengan si Sulung dan mempercepat langkah. Rupanya si Sulung merasakan kepanikan saya, ia hanya berucap tenang dalam bahasa Indonesia, “Jangan diliatin Ma, dan jalannya santai aja gak usah terburu-buru,” Saya mengambil napas panjang dan berusaha berjalan lebih santai. Mata bulat besar dengan bulu mata panjang yang dari tadi mengawasi kami dengan curiga, sepertinya sedang ketakutan juga. Bukan sedang hendak melawan. Saya memalingkan wajah, karena tiba-tiba keharuan menyesakkan dada saya.

Koln_Polizei

Pengalaman berikutnya, masih hanya berdua dengan si Sulung, saat kami sedang dalam perjalanan dari bandara Schipol, Belanda, menuju kota Koln, Jerman. Persis di samping saya, dipisahkan oleh gang, duduklah seorang lelaki berbadan kurus, berkulit hitam, berjaket lusuh, duduk dengan gelisah. Matanya kerap melirik ke arah pintu kereta dan sempat tidak sengaja bertabrakan pandang dengan saya. Saya langsung waspada, dan si laki-laki itu langsung mengalihkan pandangannya ke jendela. Dalam hati saya berdoa mohon lindunganNya.

Kereta cepat ICE memasuki wilayah Jerman, ketika masuk 3 tentara Jerman bertubuh tinggi besar, yang harus agak menunduk saat melewati pintu kereta. Tingginya pasti mendekati 2m. Seorang diantaranya perempuan yang tidak kalah tegapnya dengan rambut sebahu yang dikucir satu. Ketiga tentara ini mengecek kartu ID atau passport. Setahun sebelumnya saat ke Jerman sekeluarga, pemeriksaan passport dilakukan oleh seorang petugas kereta. Mengapa sekarang harus bertiga? Bawa senjata pulak.

Saya melirik laki-laki di samping saya yang menaikkan jaket retsletingnya hingga ke dagu. Mungkinkah ia menyembunyikan sesuatu di balik jaketnya? Terlihat ia semakin panik. Bingung mau kabur udah gak sempat, mau coba tenang gak bisa. Akhirnya ia memalingkan wajahnya ke jendela. Saya sempat berpikir, jangan sampai dia panik, lalu bertindak nekat menjadikan saya tamengnya. Meskipun saya jauh lebih gendut, belum tentu lebih kuat, apalagi kalau dia bawa senjata. Saya berbicara kepada si Sulung supaya waspada. Tentunya dalam Bahasa Indonesia.

Ketiga polisi itu tanpa senyum menanyakan passport kami, menanyakan kami mau kemana dan menginap dimana, dan diminta menunjukkan bookingan hotel (tumben…). Semua dokumen ada dan siap di tas saya. Petugas pria ini, menyerahkan semua dokumen saya dengan senyum, dan segera menghampiri rekannya yang nampak kesulitan menghadapi penumpang di samping saya. Si penumpang hanya menggelengkan kepala, walaupun bahasa yang disampaikan petugas sudah berubah dari bahasa Jerman ke Inggris. Dia hanya menjawab dalam bahasa asing yang tidak diketahui. Tidak ada satu dokumen pun yang bisa ditunjukkan yang menunjukkan identitasnya atau tujuannya datang ke Jerman. Senapan si petugas wanita sudah mengarah ke si penumpang, saat petugas laki-laki menggeledah jaket dan kemudian tasnya. Sebelum situasi makin memanas dan menjadi gawat, si penumpang digiring keluar gerbong. Interview dilanjutkan di depan toilet dekat pintu keluar. Lega rasanya saat drama itu menjauh dari sisi saya. Meskipun masih terdengar bentakan petugas, tapi paling tidak sudah gak di dekat saya lagi.

Masih mending kejadian itu masih ada anak laki-laki yang mendampingi. Kejadian huru hara terakhir, saya hanya sendirian. Kejadiannya di New Haven, USA bulan November 2017. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.30, dimana taxi yang saya hentikan di pinggir jalan tidak ada yang mau berhenti. Sambil merapatkan jaket, saya berjalan mencari tempat yang lebih terang dan banyak orang. Saya merasa, beberapa homeless yang duduk di kursi taman memegang botol bir kosong sudah memperhatikan gerak-gerik saya. Makanya saya senang sekali saat melihat beberapa polisi yang sedang berjaga.

Saya hampiri salah satu polisi yang kelihatan tidak terlalu sibuk. Sekalian saya bertanya ke pak Polisi, bagaimana caranya memangil taxi, karena dari tadi kok gak ada yang mau berhenti. Pak Polisinya ternyata ramah sekali. Ia menjelaskan di sini kalau manggil taxi gak bisa dari pinggir jalan seperti di New York. Harus telpon ke armada taxinya. Karena mengetahui saya hanya turis, ia menawarkan untuk memanggilkan taxi untuk saya pakai HPnya. Waah …saya sangat berterimakasih sekali ke Pak Polisi. Setelah selesai telpon, ia menjelasakan bahwa 8-10 menit lagi taxinya datang, yang warna biru. Tapi belum selesai dia bicara, keluarlah segerombolan orang dari gedung di depan kami, diiringi dengan jeritan panik perempuan. Tidak beberapa lama terdengar letusan senjata, pecahan botol, dan teriakan polisi melalui toa. Barulah saya ngeh, polisi yang saya temui tadi memang sedang berjaga-jaga di depan gedung pertunjukan untuk mengantisipasi kerusuhan seusai pertunjukan suatu band. Kaget dengan kejadian yang mendadak, saya malah freeze di tempat nonton kejadian di depan mata. Terlihat seorang laki-laki berjalan terhuyung-huyung sambil memegang kepalanya yang berlumuran darah. Persis seperti kejadian di film action Holywood. Saya baru sadar setelah polisi yang membantu saya tadi berteriak, supaya saya berlari menuju ujung jalan, melewati barikade mobil polisi, menuju tempat yang aman. Barulah sadar ini bukan kejadian film, dan saya harus segera menyingkir dari situ.

Hadeuh ada-ada saja. Di ujung jalan sudah banyak kerumunan orang. Sebagian berasal dari gedung theater itu sebagian lagi bergerak mau menonton. Saya fokus dengan taxi yang sudah dipesankan pak Polisi. Tapi karena beberapa jalan sudah diblokir, arus lalin jadi berubah. Saya bingung sendiri, bagaimana menandai taxi saya. Saat satu taxi biru berhenti dan saya siap menghampiri, eh seorang laki-laki menyerobot masuk, dan hanya bilang “sorry”. What? Kemana lagi nih saya harus nyari taxi. Terpaksa saya harus berjalan lebih jauh lagi sampai menemukan hotel besar dengan brand international. Nekat saya masuk lobby, minta tolong dipanggilkan taxi. Jam 22.30 saya menggigil kedinginginan di teras hotel menunggu taxi datang. Masih mendinglah kedinginginan, yang penting jauh dari kerusuhan. Dan Puji Tuhan malam itu saya tiba dengan selamat di hotel saya.

Explore SumBar with Emak-emak

Baru kali ini saya kesampaian jalan-jalan nginep 3 hari 2 malam bareng rombongan mak-emak. Rempong sudah pasti. Satu emak dalam satu keluarga aja udah jadi biangnya rempong. Apalagi rombongan ini, semuanya emak-emak!

Sebagai gambaran betapa ramenya grup ini, kesamaan kami hanyalah karena tinggal di jalan yang sama. Yang lainnya serba beda. Mulai dari perbedaan budaya, pendidikan, pekerjaan, selera makan, hingga kebiasaan jalan-jalan. But that’s okay. Saya masih bisa menikmati perjalanan. Hitung-hitung nambah pengalaman.

Satu yang gak nahan pergi dengan rombongan ini adalah kebiasaan mak-emak berfoto dengan durasi pengambilan gambar yang luamaaa buuanget, hanya di satu spot foto. Sedangkan Sumatra Barat punya begitu banyak spot foto yang cantik-cantik. Kebayang kan lamanya kami bepergian. Mulai dari foto wefie gaya rapi, gaya menunjuk sesuatu, gaya punggung-punggungan, gaya lompat dan beragam gaya bebas lainnya. Sudah itu aja? Belum! Masih ada gaya selfie bertopang dagu, memegang ujung kerudung, badan miring dengan kepala tengleng, yang perlu diulang berkali-kali kalau dilihat masih kurang cantik. Sudah? Belum!!! Masih ada gaya duo, trio, atau yang warna bajunya sama. Gosh! Pengen jambak-jambak rambut rasanya.

 

Spot foto pertama adalah Aia Tajun Lembah Anai. Air terjun dengan ketinggian 35 m ini sebenarnya pemandangannya biasa aja, menurut saya. Namun kemudahannya dicapai karena berada di pinggir jalan besar menjadi daya tarik utama. Tiket masuknya murah, cuma Rp 3000 doang. Sayang infrastrukturnya kurang bagus. Tangga menuju ke air terjum terlalu curam. Tempat foto-foto yang memungkinkan menangkap air terjun secara keseluruhan, hanya beralaskan batu-batu besar terjal yang licin. Mungkin karena medan yang kurang ramah buat ibu-ibu, kami tidak terlalu lama foto disini. Yah … 45 menit lah (gubrak …)

SB_LembahAnai

Air terjun Lembah Anai sebenarnya bisa dipoles lebih cantik. Panggilah arsitek lansekap handal yang bisa merancang tangga, railing, pijakan tempat foto menjadi kokoh dan aman, tapi dengan design yang menyatu dengan alam. Lalu fungsikan kembali jalur kereta yang sudah mati yang ketinggiannya sejajar dengan titik keluarnya air terjun. Bukan untuk sarana transportasi tapi benar-benar jalur kereta wisata. Seperti Puffing Billy Steam Train di Melbourne. Kereta uap tua yang dialih fungsikan sebagai kereta wisata yang melewati area hutan.

Nus_PadangPanjang

Kurang puas berfoto di Lembah Anai, para ibu memaksa supir bis mini kami berhenti mendadak. Mereka melihat tulisan Kota Padang Panjang yang besar bagus buat background foto. Jadilah kami turun foto-foto dulu buat barbuk kalau sudah sampai di Padang. Tiba-tiba ada yang menginspirasi untuk berfoto DI TENGAH JALAN di bawah gerbang selamat datang. Yak benar di tengah jalan. Tanpa berpikir dua kali maka nyebranglah kami melewati jalan antar kota dimana umumnya mobil dan bus melaju dengan kencang. Emang mak-emak gak boleh dilawan.

Nus_GatePdgPjg
Wajah asli terpaksa ditutup dengan The Kadarsians, utk menghindari protes ibu-ibu

Sebenarnya tujuan utama kami hari itu adalah ke Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) di Padang Panjang. Disejuknya kota Padang Panjang berdirilah gedung informasi ini berwujud rumah gadang penuh ukiran nan cantik dan anggun. PDIKM adalah satu-satunya (CMIIW) di SumBar yang menghimpun berbagai dokumen dan informasi tentang kebudayaan Minangkabau. Tiket masuknya murah hanya Rp 2000 saja, karena PDIKM adalah lembaga non profit (di Jakarta bayar pakir 2000 bisa dipelototin tukang parkir liar pinggir jalan). Meskipun tiketnya murah, tapi koleksi yang disajikan cukup langka lho. Ada koleksi buku tua langka, yang copian-nya yang bisa dibaca di tempat. Ada juga koleksi dokumen tentang Minangkabau seperti surat kabar yang terbit awal abad 19 dan surat-surat perjanjian kuno. Dokumen yang sudah rapuh tersebut sudah discan di microfilm, dan dapat dilihat melalui alat bacanya, bantuan dari Pemerintah Australia.

Nus_PDIKM

Tidak semua orang tertarik dengan peninggalan sejarah itu. Yang menarik minat turis ke PDIKM adalah kesempatan berfoto dengan baju adat minang. Kondisi kesehatan saya sedang tidak bagus saat itu, jadi saya males repot-repot berganti baju adat. Sewa baju adat kalau gak salah Rp 50.000 sudah termasuk bantuan petugas untuk memakaikannya. Rencana awal, sambil menunggu teman-teman berganti pakaian, saya mau lihat koleksi sejarah di sana. Tapi tidak ada petugas khusus yang menjelasakan. Adanya malah petugas yang menawarkan sewa baju 😛

Lumayan lama menunggu ibu-ibu berganti baju, karena harus bergantian dengan rombongan turis Malaysia. Tapi lebih lama lagi bagian foto-fotonya. Saya yang kebagian jadi fotografer (pake kamera hape) ikut rempong mengarahkan gaya mereka. Pilihan spot fotonya acak banget. Mulai dari di pelaminan yang disediakan (mau kawin lagi Bu?), depan tangga, di taman, depan lumbung padi, hingga nangkring di jendela rumah gadang.

Malamnya kami menginap di Bukit Tinggi. Hotel pilihan ketua rombongan adalah hotel lama sederhana bercat merah hitam dengan atap khas Minang. Sayangnya hotel tersebut meski pelayanannya baik, tapi lorong dan kamarnya lembab dan bau apak. Hidung saya yang sensitive langsung bersin gila-gilaan. Udara bukit tinggi memang dingin. Kalau sirkulasi kamar baik, sebenarnya tidak diperlukan AC. Namun karena berasa ngap, kami coba nyalakan AC yang sepertinya jarang dinyalakan dan jarang dibersihkan. Sehingga keluarlah debu dan mungkin juga spora jamur, bersama semburan angin AC yang tidak dingin. Jadilah saya bersin lagi dengan hebatnya. Hiks malam itu saya menderita sekali. Waktu berangkat my body memang not delicious. Ditambah kumatnya alergi … lengkap sudah.

Puji Tuhan, keesokan harinya saya bangun dengan badan yang lebih segar. Mungkin kebantu dengan paracetamol dan obat alergi yang saya minum sebelum tidur. Ibu- ibu sudah cantik menikmati sarapan sederhana berupa nasi goreng dan roti dengan selai seadanya. Pagi-pagi pun sudah diawali dengan foto di tempat sarapan dan di depan hotel 😀

Pagi itu melalui Paya Kumbuh kami naik mobil sejauh 50 km selama 1.5 jam menuju Lembah Harau. Perjalanan menurun terus hingga kami tiba di desa yang dikelilingi tebing-tebing tinggi seperti benteng perlindungan alami bagi penduduk desa. Ada juga air terjun, tepatnya air yang merembesi dinding yang ketinggiannya melebihi air terjun Lembah Anai. Pemandangan alam yang menakjubkan. Tak heran daerah itu dijadikan Cagar Alam Harau.

Nus_LembahHarau
Contoh gaya foto “menatap ke masa depan”

Di spot foto favorit berdasarkan saran driver kami, para mak-mak langsung berpose. Dalam sekejap fotografer lokal langsung merubung, menjajakan foto langsung cetak. Sudah canggih mereka. Fotonya bukan pakai Polaroid tapi bawa printer yang dinyalakan pakai accu. Semula fotografer lokal ada 5 orang. Berhubung mak-mak foto-fotonya lama banget, satu persatu mereka menyingkir dan hanya tinggal satu orang. Harga jual print foto yang semula 50.000/lembar turun jadi 50.000 buat 3 foto. Terus terang kami beli karena kasihan. Jaman sekarang orang kan jarang cetak foto. Cukup di kamera hape.

Nus_Kelok9

SampahKirain udah abis gaya saat berfoto di Lembah Harau. Ternyata 30 menit kemudian, saat kami tiba di Kelok Sembilan, mak-mak ini masih juga semangat foto. Hadeuuh. Saya tidak langsung bergabung dengan mereka, tapi mengagumi dulu konstruksi jalan meliuk Kelok Sembilan yang merupakan jalur penting perdagangan di Sumatra sejak jaman Belanda di awal tahun 1900an. Konstruksi jalan layang Kelok Sembilan baru dibangun akhir 2003 dan diresmikan 10 tahun kemudian. Tiang penahan jalan bisa mencapai 58 m karena topografi terjal di bawahnya. Sudah pasti susah membangungnnya. Sayangnya kebersihannya tidak dijaga. Warung-warung di pinggir jalan, juga kendaraan yang lewat, sepakat menjadikan area bawah jembatan sebagai tempat sampah raksasa. Ah bangsaku …kalau urusan membangun gampang, tapi kalau merawat dan menjaga kebersihan kok ya susah banget.

Untunglah semangat foto reda karena perut lapar. Namun setelah makan siang, dan bobok cantik di mobil selama 2 jam perjalanan, naik lagi semangat fotonya. Apalagi tujuan berikutnya di Kota Batusangkar terdapat lokasi yang juga tak kalah indah untuk spot foto, yaitu Istano Basa Pagaruyung. Istana ini menjadi bukti adanya kerajaan Pagarayung yang menguasai 3 daerah asal muasal budaya Minang, yaitu Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar. Tiket masuknya hanya Rp 7.000

Nus_IstanaPagaruyung.jpg

Ketertarikan saya dengan sejarah budaya Minang, memutuskan saya memisahkan diri sejenak dari ibu-ibu yang berfoto sana sini. Bersama seorang ibu yang berprofesi guru dan seorang ibu rumah tangga yang ingin mengetahui kekayaan budaya dari setengah dirinya, kami bertiga menjelajah istana tersebut.

Di lantai satu tersedia 2 TV interaktif yang dapat kita pilah-pilah jenis infonya. Dari TV tersebut kami mengetahui bahwa istana yang sekarang bukan lagi bangunan asli. Tercatat tahun 1804, 1966 dan 2007 terjadi kebakaran besar di istana yang hampir seluruhnya terbuat dari kayu. Kebakaran terakhir adalah yang terbesar sehingga hanya menyisakan 15% dari bangunan, termasuk tiang utama yang terbuat dari kayu ulin. Melihat foto-foto besarnya kebakaran tahun 2007 karena sambaran petih, saya heran mengapa sekarang pun tidak ditemukan alat pemadam kebaran yang mumpuni untuk menghindari musibah yang sama.

Istana ini sangat luas, terdiri dari 3 lantai. Lantai satu berisi singgasana raja dan kamar putri-putrinya yang sudaah menikah. Ada selasar ke bangunan samping yang merupakan dapur untuk para penghuni kerajaan. Lantai 2 berisi kamar putri yang belum menikah beserta contoh design interior kamarnya. Lantai 3 merupakan tempat penyimpanan senjata dan tempat raja bersantai. Tak heran dari lantai 3 kita bisa menikmati pemandangan indah perbukitan dan sejuknya angin yang bikin ngantuk.

Nus_InteriorIstana
Kamar Putri dan dapur

Sorenya kami kembali ke Bukittinggi dan menghabiskan waktu berfoto di Jam Gadang yang menurut cerita, mekanis mesinnya sama dengan jam Big Ben di London (really?). Tak lupa kegiatan khas ibu-ibu lainnya adalah berbelanja di Pasar Atas Bukit Tinggi untuk belanja oleh-oleh. Sedihnya beberapa bulan kemudian setelah kunjungan kami, Pasar Atas terbakar. Ditengah polemik mengapa Pasar ini sering terbakar, kami bersyukur saat itu masih bisa mengunjunginya dan bisa berbelanja tas, kain, dan kerajinan khas Minang yang unik.

Besoknya karena kesehatan yang belum pulih, saya terpaksa pulang duluan, bareng teman yang harus ngantor. Ibu-ibu lain masih berfoto-foto dengan berbagai gaya di Kota Padang, Pantai Padang, dan utamanya di Batu Malin Kundang. Perasaan saya campur aduk antara sedih tidak bisa mengeksplor Ibukota Sumatra Barat dan …gembira juga karena tidak harus ikut foto berjam-jam di pantai yang panas.

Tips (abal-abal) Belanja di New York

Postingan saya tentang belanja di Paris dan belanja di London memang bukan tips shopaholic sejati. Namun tetap saja saya ingin share sedikit pengalaman belanja saya di New York City. Saran belanja saya tetap sama, yaitu banyak cuci mata, jangan kalap, tau harga di Jakarta sebelum beli, dan jangan buka dompet terlalu sering 😛

Sama seperti London dan Paris, New York City adalah pusat belanja dunia. Kemana pun mata memandang di segala penjuru kota, maka toko-toko dengan display yang cantik bertaburan di sana-sini. Kalau tidak kuat iman, meyakini bahwa kemampuan bayar saya jauh dari limit maksimal kartu-kartu kredit saya, maka pasti saya sudah belanja gila-gilaan.

Waktu kedatangan saya ke NYC di awal November, juga kurang tepat untuk belanja, dimana harga barang umumnya normal. Hari diskon nasional di Amerika yang dinanti-nanti adalah Black Friday yang jatuh di hari Jumat di akhir bulan November. Yah kira-kira beberapa hari setelah saya pulang lah … hiks. Jadi usahakan lah datang ke Amerika saat Black Friday yang menandai awal musim belanja masa Natal.

1. Belanja di Department Store

Macy’s adalah Dept. Store paling tuwir di USA. Berdiri sejak 1858, outletnya sekarang sudah 740 toko di seluruh USA. Macy’s di Midtown Manhattan yang dekat dengan hotel saya, adalah toko Macy’s yang pertama sekaligus yang terbesar. Saking besarnya, kami 3 sepupu yang hobby nyasar ini, gak ketemu-ketemu saat janjian di Macy’s. Saya masuk dari pintu Timur dia masuk dari Barat.

NYC_Macys

Senangnya saat mampir ke Macy’s saat itu karena tokonya sudah mulai dihias dekorasi natal. Masih jarang sekali menemukan dekorasi natal di pertengahan November. Namun dekorasinya baru ada di lantai satu saja. Mungkin lantai 2 sampai 9 menyusul bertahap, mengingat besarnya toko ini.

Masih satu owner, dept store terbesar kedua adalah tempat kerjanya Rachel Greene di film Friends, yaitu Bloomingdale’s.  Sudah tua juga umurnya karena berdiri tahun 1872, hanya beda beberapa belas tahun dengan Macy’s. Meski tempatnya tidak seluas Macy’s, tapi barang-barang di Bloomingdale’s lebih trendy dan high class. Saya tidak sempat mampir kesana, karena gak kepingin juga naik taxi khusus untuk ke Dept. store aja. Mahal pulak.

Tempat belanja barang branded yang lagi hip adalah Wesfield World Trade Center yang sudah diceritakan di postingan sebelumnya. Tempat ini pun saya datangi karena tidak sengaja. Si Bungsu sempat kepingin tas Kate Spade. “Nanti ya nak, beli sendiri kalau udah kerja,” bisik mak-mak yang gak punya banyak duit.

Sepengetahuan saya, tidak ada free tax claim di Amerika seperti di Eropa atau di Inggris. Jadi kalau cari barang murah memang harus pas ada diskon atau belanja di Premium Outlet.

2. Knick knack store

Karena pergi dengan teenager, maka toko printilan yang lucu-lucu seperti Disney’s Store di Times Square dan M&M World menarik perhatian si Bungsu. Termasuk juga Toko souvenir buat oleh-oleh seperti key chain, snow globe, magnet kulkas,yang banyak ditemui di sekitar times Square dan Broadway. Umumnya toko dikelola oleh orang India atau Timur Tengah, sedangkan barangnya buatan China. Harga bisa beda $2-$5 tiap toko, padahal kualitas barangnya sama. Hanya beda penataannya saja. Saya Cuma mampir untuk beli snow globe yang saya koleksi dari beberapa negara.

Sebenarnya saya tidak suka coklat Amerika, karena terlalu manis. Padahal kan saya sudah manis (jdiegz..) Coklat Amerika lebih tepat disebut gula dicoklatin daripada sebaliknya. Tapi melihat toko coklat M&M World di ujung jalan Broadway …lucuk banget. Langsung deh si Bungsu pengen beli coklat yang warnanya bisa dipilih untuk teman-teman perempuannya.

NYC_MnM

Jangan lewatkan ngeprint kata-kata khusus di atas coklat M&M. Bisa jadi hadiah yang sangat special buat orang terkasih. Si Bungsu membeli khusus buat guru yang melatihnya debat tapi tidak berangkat ke USA mendampinginya. Setelah membeli tiket di kasir, Ia memilih kata-kata yang diinginkan di mesin khusus, memilih warna coklat yang diinginkan lalu memasukkan coklat tersebut ke mesin printnya. Tunggu sebentar, voila… keluarlah coklat yg sudah cuzstomized printed.

Kalau M&M World terlalu girly, bisa mampir ke Disney’s Store di Times Square. Lho bukannya girly juga banyak princess? Nah ini lucunya. Toko Disney ini lebih banyak barang-barang Star Warsnya. Ada sih thema Frozen, tapi hanya di lantai 1. Sudah pengen banget beli robot bulet BB-8. Tapi kok ya gak pantes mak-emak beli itu ya.

NYC_starwars

3. Berburu Sepatu Sneaker

Banyak toko sneaker dengan design unik minimalis khas anak muda. Kalau niat dan punya banyak waktu untuk berburu sneaker di NYC, cobalah berkunjung ke Supreme di 274 Lafayette St, Niketown di 6 East 57th St, Vans General Store di 93 Grand St. Biasanya toko tersebut yang mengeluarkan model new release atau limited edition.

NYC_Champs

Jangan khawatir kalau gak banyak waktu, mampirlah di toko sepatu umum seperti Foot locker dan Champs dekat Time Square. Belilah brand asli Amerika seperti Vans dan Air Jordan. Selain harganya lebih murah, modelnya pun belum tentu ada di Indonesia. Kalau Adidas sih lebih mahal di Amerika daripada di Eropa. Jadi mampirlah kami ke Champs yang koleksi Air Jordannya lebih banyak, dan belilah sepasang Air Jordan buat si Bungsu dan oleh-oleh sepasang Air Jordan buat si Sulung di rumah.

4. Factory outlet

Adanya di pinggir kota, satu jam dari New York City yaitu Woodbury Common Premium Outlets. Karena memang tidak niat belanja, kami tidak mampir ke sana. Tapi di New York State masih banyak pilihan premium Outlet yang lain. Salah satunya adalah Waterloo Premium Outlet. Outlet ini tidak sengaja kami temukan dalam perjalan ke Niagara Falls. Kompleks pertokoannya sangat luas, sehingga dari pinggir jalan tol sangat menarik perhatian. Daftar toko/brand yang ada di sana bisa cek di sini. 

NY_WaterlooPO

Waterloo PO adalah kompleks pertokoan yang letaknya mengelilingi lapangan parker yang luas. Jadi saat berhenti di salah satu ujung, dan kepingin melihat toko yang disebrang, udah berasa capek duluan. Karena beda minat, saya dan kedua sepupu saya berpisah. Sepupu NY State lebih banyak mampir ke toko baju anak-anak. Sepupu Iowa, ntahlah dia kemana. Sedangkan saya hanya mampir di J.Crew, dan Nautica.

Belanjalah barang-barang yang originally berasal dari Amerika, seperti Coach, Nautica dan J.Crews. Brand Inggris seperti Clarks hanya mengeluarkan sepatu keluaran lama dengan nomor terbatas. Oh ya tidak semua toko menyediakan barang diskon. Seperti Zumiez harganya sama dengan outletnya di NYC. Tshirt cool dan funky menurut anak saya tapi uelek tenan menurut mata saya dengan harga yang bikin maknya mengeleus dada, 500-750ribu Rupiah.

Kalau sudah capek belanja, hanya ada satu area tempat makan dengan beberapa restoran. Meski sudah lewat jam makan, tapi tempat duduknya puenuh banget. Sekalian kalau mau ke toilet mampirlah di area ini. Kalau tidak keburu beser menuju toilet yang letaknya berjauhan.

5. Tempat Makan

Makan di kota New York sangat beragam. Mulai dari Foodtrucknya yang iconic sampai fine dinning. Tentulah kelas saya cukup makan yang kelas budgeted. Harga cheese burger meal di mcD sekitar $8. Kalau bosen dengan merk burger itu, cobalah Shake Shack, burger mantap yang selalu antre belinya, tapi masih sekitaran harga McD. Dagingnya lebih tebal, kentangnya juga potongan besar bukan yang shoestring cut. Lebih kenyang lah pokoknya.

NYC_shakeshack
Gambar diambil dari website resminya ShakeShack. Gak sempet moto, keburu laper…

Sebenarnya saya kepingin berburu makanan food truck. Tapi Food truck yang ngetop tidak juga jumpa sampai hari terakhir di NYC. Dapatnya Cuma yang abal-abal tapi lumayanlah buat menikmati makan ala Newyorkers  di Central Park.

7 Tempat Wajib Kunjung di NYC (Bag 2)

Setelah mengeksplor Times Square, Central Park, Bangunan tinggi dan nonton Broadway di sini, sekarang kita ulas bagian kedua.

5.Patung dan Monumen

Layaknya suatu kota besar yang mempunyai sejarah panjang, New York City mempunyai banyak sekali patung atau monument untuk mengenang sejarah kota. Patung yang paling besar dan menjadi icon kota New York, apalagi kalau bukan Patung Liberty. Bayak film Hollywood yang menjadikan patung ini sebagai scene utama. Diantaranya The Day After Tomorrow, Men in Black 2, Superman IV (diangkat boook patungnya …), X-man dan Ghostbuster 2 (patung Liberty kesurupan #LOL).

Patung yang menjadi symbol Kemerdekaan Amerika sekaligus monument selamat datang bagi para imigran, diberikan warga Perancis pada tahun 1886. Berhubung patung ini berada di sebuah pulau kecil tidak jauh dari Pelabuhan New York, maka perlu beli tiket masuk yang sekaligus tiket untuk naik ferry pulang pergi ke pulau. Ada beberapa website yang menunjukkan tempat pembelian tiketnya. Hati-hati penipuan karena tidak semuanya benar. Website officialnya adalah di sini.

nyc_liberty2.jpgHarus booking tiket online minimal 2 minggu sebelumnya, bahkan jauh sebelumnya bila high season, sebelum sold out. Maklumlah patung ini adalah salah satu destinasi utama para turis dan jumlah angkut ferry ke pulau terbatas. Harga tiket di website ada beberapa jenis dan semuanya sudah termasuk ferry. Beda harga hanya untuk membedakan seberapa tinggi kamu mau naik patung itu. Harga naik hingga ke Pedestal (Alas Kaki Patung) dan mengunjungi museum Liberty adalah $ 18.5/orang dewasa. Kalau mau naik hingga ke Crown (mahkota)nya  harganya $21.5. Tiket ke Crown jumlahnya jauh lebih sedikit, karena jumlah perharinya gak boleh bludak ntar patah crownnya. Jadi pesanlah jauh-jauh hari kalau kepingin sampai ke Crown. Dari Ground ke Pedestal bisa dicapai dengan lift. Tapi kalau ke crownnya masih harus lanjut naik tangga dari Pedestal sebanyak 162 anak tangga. Saya pesan tiket hanya sampai Pedestal saja, karena males naik tangga. Lumayan tinggi juga kok Pedestalnya dan cukup bagus pemandangan ke arah Manhattan.

Scam penjualan tiket Liberty tidak hanya di website saja, tapi hingga di Battery Park (pelabuhan pemberangkatan) pun banyak calo yang menawarkan tiket. Namun tidak ada petugas/polisi yang membubarkan para calo ini, yang gak jelas menjual tiket beneran dengan harga tinggi atau abal-abal. Hanya ada Petugas pemeriksaan karcis yang memperingati pakai toa bahwa hanya tiket resmi yang bisa naik kapal.

NYC_CruiseSepupu Iowa saya sempat khawatir, apakah saya yang dari Jakarta ini sudah membeli tiket yang benar. Saya sih yakin sudah benar, karena sudah cek di Tripadvisor. Namun saat kami antri naik kapal, kami diusir petugas. Lho kok? Tiketnya sih benar, tapi kami terlalu napsu mau naik kapal, jadi datang terlalu awal… hehehe.

Tips berpakaian kalau berkunjung ke Liberty di musim gugur apalagi musim dingin, pakailah baju berlapis, jaket yang lumayan tebal dan juga syal untuk menutupi leher. Meski suhu di awal bulan November hari itu menunjukkan 8oC tapi angin dingin yang bertiup kencang di pelabuhan, di atas kapal dan di Liberty Island, berasa seperti  di bawah 0oC. Sweater dan jaket medium saya tidak mampu menahan dinginnya angin. Mata pun menjadi perih karena terlalu kering, rasanya kelenjar air mata saya beku tersumbat es..hehehe. Jadi siap sedialah dengan kacamata hitam.

Selain berkunjung ke patung Liberty, harga tiket ferry juga termasuk untuk mampir ke Ellis Island. Pulau kecil ini merupakan gerbang masuk para imigran ke new York City di abad 18. Bahkan ada musium yang mendokumentasikan sejarah para imigran awal ini termasuk catatan nama-namanya. Will Smith pernah main film romantis “Hitch” dengan Eva Mendez di pulai ini. Mereka kencan ke Ellis Island naik jet ski lalu mampir ke musiumnya. Tapi saya lewatkan mampir ke pulau itu gara-gara saltum yang bikin dengkul ngilu bikin males jalan jauh. Maunya segera  mampir ke daratan New York.

NYC_LibertyMap

Dari Battery Park, anda bisa lanjut jalan kaki ke Charging Bull. Hanya perlu 5-7 menit. Patung banteng yang terbuat dari perunggu ini berada di pusat bisnis Wall Street sejak 1989. Kalau nonton film intrik pasar saham dan bisnis Amerika, biasanya ada scene aktor/artisnya melewati patung ini. Posisi banteng yang siap menanduk diasosiasikan sebagai optimisme keadaan finansial yang agresif di Amerika namun susah diprediksi. Charging Bull ini punya 2 kembaran. Satu ada di Amsterdam dan satunya lagi di Shanghai.

Yang menarik di depan Charging Bull ini ada patung seorang gadis kecil yang juga terbuat dari perunggu. Patung tambahan yang dinamai Fearless Girl ini baru ditempatkan tahun 2017. Patung yang tidak disukai oleh pembuat charging bull, katanya merusak arti si charging Bull, ditempatkan di sana untuk memperingati International’s Woman Day. Penempatan patung Fearless Girl pada 7 Maret 2017 disepakati hanya 11 bulan saja. Beruntunglah saya yang ke sana di November 2017 masih bisa melihat si gadis cilik ini sebelum dipindahkan. Walaupun sebenarnya patung ini tidak terlalu dihiraukan orang. Turis dari China yang datang bersamaan dengan saya saat itu hanya antri berfoto dengan si Banteng. Sedangkan patung gadis cilik ini lebih dipakai untuk senderan karena kecapean atau tidak sengaja menyundul bokong orang yang sedang mundur-mundur mengambil foto.

NY_Wallstreet

Dari Charging Bull kita bisa jalan sekitar 800 meter ke 9/11 Memorial. Sebenarnya hanya perlu 15 menit jalan kaki santai kalau tidak nyasar dan tidak kepingin pup di tengah jalan. Kenyataan yang kurang indah ditulis, tapi saat itu saya terpaksa belok dulu ke hotel bintang 5, New York Marriott. Dengan sok yakin saya masuk lobby dan langsung ngacir ke toilet.

NYC_skyline2
One World Trade Center

Karena salah arah juga, kami naik tangga ke atas gedung parkir yang ternyata ada taman kecil tempat spot bagus berfoto depan One World Trade Center, gedung tertinggi di New York. Kalau tidak naik ke taman di atas ini maka sulit mengambil foto gedung ini hingga terlihat ujungnya. Belakangan kami tahu nama taman ini adalah Liberty Park yang dibuka pada pertengan tahun 2016.

Karena nyasar itulah, kami baru sampai di 9/11 Memorial setelah 45 menit kemudian. Berbentuk taman besar yang hening, 9/11 memorial dihiasi dengan dua kolam besar yang dibangun di bekas menara kembar World Trade Center berdiri. Kolam dengan marmer hitam yang airnya terjun ke lubang besar bawah tanah ini menimbulkan rasa haru yang dalam saat kami berdiri di sampingnya. Membaca nama-nama petugas Damkar yang tewas saat peristiwa 9/11 yang mengenaskan, terukir rapi di tembok kolam, seperti membaca nama-nama di nisan taman makam pahlawan.

Di tempat-tempat yang memancing rasa haru seperti ini, saya biasanya tidak ingin berlama-lama. Ingatan tentang Amerika dan orang yang tewas mengenaskan, terlalu lekat dengan ingatan saya akan almarhum Ayah saya. Meskipun ada Guided Tour dan Musium yang ramai dikunjungi, tapi kami segera menyingkir dari sana, dan mencari stasiun kereta terdekat untuk kembali ke hotel.

NYC_911

Seorang petugas yang ramah menunjuk bangunan putih melengkung seperti tulang ikan sebagai stasiun kereta baru di area itu. Nama bangunan putih itu Oculus. Setahu saya belum ada film holywood yang mengambil scene di sini, karena Oculus baru dibuka untuk umum pada 4 Maret 2016.

NYC_Oculus

Oculus adalah transportation hub terbesar dan termewah di New York City, menggantikan  stasiun lama yang ikut hancur saat peristiwa 9/11. Hitam pekatnya suasana 9/11 Memorial sekejap langsung terganti dengan putih bersihnya bangunan Oculus baik di luar maupun di dalamnya. Kerennya bangunan ini membuat kami langsung foto-foto di depan pintu masuk.

Bangunan ini saking putihnya sampai susah menemukan hal-hal penting stasiun kereta pada umumnya, yaitu adanya ticket machine, jam dinding, dan rute kereta. Membuat kami kakak beradik sepupu yang gampang nyasar ini semakin nyasar. Apalagi toko-toko branded berbaris rapi di dalamnya. Westfield World Trade Center nama pusat perbelanjaan high end yang ada di dalam Oculus. Kami cukup window shopping saja sudah puas, sambil memegang erat dompet kami masing-masing.

6.China Town

Pecinan tersebar di semua kota besar di dunia. Namun pecinan di NYC yang terletak di area Manhattan terasa beda,karena tampilannya yang seperti negara dalam negara. Sebagai salah satu Chinatown tertua di negara barat, Chinatown Manhattan terkenal sebagai pecinan yang populasinya paling banyak di luar Asia.

NYC_ChinaTown2

Sambil nyasar-nyasar (again???) saat mencari tempat makan murmer no.1 terenak di NYC menurut versi Tripadvisor, saya seperti tidak sedang berada di Amerika. Tidak saja tulisan dalam aksara China mendominasi billboard dan siganage di sana, tapi juga karena brand mendunia seperti Mc Donalds, dan Citibank pun masih diterjemahkan dalam aksara China. Suasananya juga sangat khas. Deretan toko-toko juga pedagang kaki lima di trotoar memajang aneka hiasan khas China, baju cheongsam aneka warna, bebek peking yang digantung, bakpao panas yang masih ada di steamer, bumbu dapur khas makanan china (utamanya bawang putih), hingga barang fashion yang sepintas mirip barang branded.

Akhirnya tujuan utama kami ke Chinatown sampai juga, yaitu Nom Wah Tea Parlor. Kami tiba jam 11.30 menjelang jam makan siang, tepat sebelum rumah makan itu penuh. Karena lapar akibat kelamaan nyasar, kami sampai lupa foto makanannya sebelum disantap. Yah inilah foto seadanya yang sudah dimakan sebagian. Lumayan enak sih makanannya dan harganya cukup affordable. Tapi kalau dibandingin dengan Chinese food di Indonesia, tetap yang di tanah air rasanya lebih juara.

NYC_ChinaTownFood

Setelah perut kenyang, pikiran kami mulai lebih terang. Saat itu anak saya baru menyadari kalau restaurant itu adalah salah satu tempat shooting film Spiderman 2. Meski tidak terlalu yakin, kami foto-foto di depan rumah makan itu. Malah saya sempat berfoto sendiri dengan gaya buang muka seperti menunggu Spiderman. Sampai hotel kami browsing cari info, eh ternyata betul tempat itu dipakai shooting saat Peter Parker bertemu Gwen Stacy. Yeay …senangnya.

NYC_NomWahSpiderman

7.Musium

Saya selalu iri setiap berkesempatan mengunjungi musium di negara lain. Biasanya musium berada di tempat yang tertata dan terawat dengan sangat baik. Terispirasi dengan film Night in The Museum, saya sempatkan mampir ke American Museum of Natural History atau sering disingkat AMNH. Ada banyak musium bagus-bagus di New York City yang akan menghabiskan waktu seminggu kalau kami kunjungi semua.

NYC_AMNH2Harga tiket masuk ke AMNH adalah $28/orang dewasa untuk mengunjungi semua lantai plus bonus melihat 1 film 3D. Tiket online bisa dibeli di sini. Anda bisa dapat harga lebih murah kalau beli di tempat pada hari H. Tiket di tempat, bisa pilih lantai mana saja yang mau dikunjungi makanya harganya bisa lebih murah. Tapi siap-siap antri panjang, apalagi kalau waktu berkunjungnya barengan libur anak sekolah.

Sebenarnya saya senang berkunjung ke musium. Namun karena musium ini guede banget, lama kelamaan terasa bosan. Awalnya sempat norak-norak exited foto di sana-sini. Lama-lama capek. Sempat exited lagi saat masuk di area Budaya Asia. Lalu sedih karena tidak menemukan Indonesia di sana. Masak negara sekeren Indonesia sampai dilupakan sih. Males-malesan masuk budaya Pasific dan Australia eh … ternyata Indonesia masuk di jajaran negara kepulauan Pasific. Senang lagi deh mendengar gamelan jawa, alunan kolintang saat kita mengeksplor area Indonesia yang ternyata cukup besar.

NYC_AMNH

7 Tempat Wajib Kunjung di NYC (Bag. 1)

Berjalan-jalan di New York City serasa memasuki panggung Hollywood yang tiada tepi. Bagaimana tidak hampir setiap sudut kota pernah menjadi scene film Hollywood. Mulai dari jejeran apartemen biasa di film seri komedi “Friends” hingga film action fiction “King Kong” yg sedang memanjat Empire State Building.

Inilah beberapa tempat yang sempat saya kunjungi, termasuk juga yang sudah masuk list tapi tidak sempat dikunjungi.

1. Time Square

Time Square adalah pusat belanja yang menjadi destinasi turis seluruh dunia. Letaknya di area Manhattan Midtown. Cukup berjalan kaki dari hotel tempat saya menginap. Tepat sekali kalau tempat ini disebut sebagai Pusat Persimpangan Dunia, karena berbagai suku bangsa tumplek blek di sini. Saat kami berkunjung malam hari, tempat itu tidak terasa seperti malam karena banyaknya sinar lampu billboard berpendar menyilaukan. Konon semua gedung di area Times Square kudu wajib menutup dinding gedung dengan billboard berlampu. Foto pake HP jaman jebot seperti punya saya jadi susah karena efek backlight.

NYC_NYPD
NYPD di Times Square

Nama Times Square disebut saat harian New York Times pindah kantor ke area alun-alun (squares) tersebut pada tahun 1904. Gedung kantornya yang disebut Times Building sejak tahun 1907 menjadi area “Ball Drop” yaitu ritual rutin yang dilakukan kota New York setiap new year’s eve, untuk menandai pergantian tahun hingga sekarang.

Banyaknya film yang shooting di Times Square membuat saya selalu berseru “eh itu Time Square,” sambil menunjuk ke arah TV saat nonton film Amrik. Suami yang tidak ikut ke USA jadi bete. Sebutlah film seri Sex in The City, hingga film layar lebar New Year’s Eve, Spiderman 3, dan Enchanted, banyak mengambil scene di Times Square.

NYC_BecakBenarkah ada becak di Times Square? Beneran ada. Jumlahnya bisa dihitung jari dan tujuannya untuk atraksi turis. Becaknya lebih besar dan fancy, dan pengemudinya kebanyakan orang Asia. Meski dibayarin, saya gak kepingin naik becak itu. Kenapa? Kok rasanya gak aman, seperti turis yang kebanyakan duit sehingga dilirik kriminal NYC. Mending jalan kaki aja dengan baju yang biasa-biasa aja tidak mencolok. Apalagi kali ini saya hanya pergi dengan si Bungsu yang cewek dan sepupu cewek asal Iowa yang baru pertama kali juga ke NYC. Cari aman saja di kota metropolitan yang hingar bingar ini.

2.Central Park

Taman besar berbentuk persegi panjang seluas 341 Ha di tengah kota New York ini menjadi paru-paru kota sekaligus tempat New Yorker berekreasi alam dan olahraga. Taman kuno yang sudah ada sejak 1857 memang luas banget. Capek juga saya berjalan menyusuri pinggir taman saat keluar dari American Museum of Natural History menuju ke M&M World. Ya iyalah wong jaraknya dilihat di Googlemap sekitar 2.5 km. Padahal itu baru jarak ½ panjang Central Park.

NYC_CentralPark

Saat menyusuri taman, beberapa polisi terlihat berpatroli di dalam taman. Tidak heran karena Central Park termasuk the most dangerous place di NYC, terutama saat senja hingga malam hari. Banyaknya perampokan, pemerkosaan hingga pembunuhan terjadi di Central Park. Saat kami bertiga-cewek-cewek lewat situ, saya pun berasa ngeri juga padahal hari masih terang benderang. Tempat yang kami lalui kebetulan sangat sepi. Ada homeless tidur di hammock yang dikaitkan diantara pohon. Kami jalan bergegas dan hanya berfoto sebentar di suatu tempat yang sepertinya tempat shooting film Home Alone 2, dimana banyak merpati di bebatuan cadas.NYC_Squirell

Mengikuti gaya New Yorker di beberapa film, kami menyempatkan diri untuk lunch di Central Park. Ada banyak Food Truck di pinggir jalan. Ada hotdog, kebab, hingga nasi ala India tersedia di food truck. Kami makan di taman sambil ditunggui tupai yang menunggu remahan roti yang jatuh. Lucunya …

 

3.Gedung Pencakar Langit

Kota New York adalah hutan beton. Banyak gedung pencakar langit yang tingginya di atas lantai 30 bererot di jalan-jalan New York. Jumlahnya bisa lebih dari 100 gedung. Bukan main ya… Kalau tidak ada Central Park, maka jarang kita temui tumbuh-tumbuhan di NYC kecuali di Supermarket bagian vegetables.

NYC_skyline2
One World Trade Center

Kalau Suami ikut ke NYC maka ia pasti mewajib kami untuk naik ke salah satu gedung tinggi, menikmati view kota New York dari ketinggian. Gedung tertinggi di NYC bahkan di USA adalah One World Trade Center yang tingginya hingga lantai 104. Dengan ketinggian lebih dari ½ km, gedung yang termasuk baru dibangun ini (2014) merupakan gedung keenam tertinggi di dunia.

Gedung yang lebih lama dibangun (1931) dan terkenal karena film “Sleepless in Seatle” dan “King Kong” adalah Empire State Building. Makanya turis lebih banyak yang berkunjung ke sini. Harga tiketnya untuk naik ke lantai 102 yang disebut Top Deck adalah $57/orang. Atau bisa juga supaya irit namun pemandangan sudah cukup bagus, bisa mampir di Main Deck di lantai 86 saja, tiketnya lebih murah yaitu $37.

Berhubung saya tidak termasuk penggemar gedung tinggi, maka saya skip kunjungan ke salah satu gedung tersebut. Cukup foto depan gedungnya saja.

4. Nonton Broadway

Nonton musical production langsung di tempat asalnya di Broadway adalah salah satu tujuan utama saya ke New York. Saat sepupu Iowa menawarkan untuk membelikan tiketnya (bayar belakangan) saya langsung mengiyakan.

Ada 41 theater besar sekitar Times Square yang diakui sebagai tontonan berkelas ala Broadway. Tidak semuanya berjejer di jalan Broadway. Misalnya Miskoff Theater yang memainkan The Lion King, beralamat di 200 West 45th Street, di ujung 7th Avenue. Lihat pembagian jalan NYC di sini.

Sempat bingung memilih mau nonton “The Lion King” atau “Aladdin”. Bahkan si Bungsu sempat merengek mau nonton “Dear Evan Hansen” yang sedang hits saat ini dan reviewnya bagus. Kalau menurut saya sih mending nonton cerita Disney dulu deh sebelum nonton yang belum tahu ceritanya.

NYC_Broadway
Antrian The Lion King

Untuk pertunjukan jam 7 malam, penonton diwajibkan hadir paling lambat 30 menit sebelumnya. Antrian diluar gedung theater sudah cukup panjang saat kami tiba jam 18.30. Eh ternyata ada calo juga lho. Mereka berbisik-bisik menanyakan apakah kami sudah punya tiket. Para calo terutama mendekati turis yang berwajah Asia atau turis bule yang berbahasa non Inggris.

Posisi duduk kami tepat di tengah, sangat optimal secara audio maupun visual. Keponakan saya yang baru berumur 6 tahun mendapat bantal tambahan untuk duduknya. Sehingga Ia tidak tenggelam di kursi tertutup penonton di depannya.

Selama 2,5 jam kami terpukau oleh pertunjukan yang spektakuler. Tata lampu warna-warni, gelap terang yang luar biasa dipadu dengan panggung yang bisa naik turun dan background yang berbeda-beda untuk tiap scene. Tata suara untuk live orchestra (yang ada di bawah panggung) hingga sound effect terdengar tanpa cela. Bahkan pemain percussion untuk sound effect di kiri dan kanan atas panggung yang atraktif menjadi tontonan bonus buat penonton. Semua musik dan lagu dilakukan live bukan recorded!

Kostum para binatang juga meriah sekali dan pas menggambarkan pemerannya menjadi Gajah yang besar, gazette yang lincah, cheetah yang gemulai, hyena yang licik, hingga Mufasa yang gagah. Orang pemerannya tidak sepenuhnya terselubung kostum. Penonton masih melihat jelas orangnya. Namun kostum yang sesuai mampu menampilkan imajinasi penonton akan karakter setiap binatang yang diperankan. Saya masih kagum dengan pemeran Rafiki, si dukun kera dengan wajah dicat warna-warni. Pemerannya seorang wanita dari Afrika Selatan, terlihat lincah dan tengil dengan tubuh tambunnya saat menari dan bernarasi. Suaranya pun powerful banget saat bernyanyi. Saya aja yang cuma nonton rasanya ikutan capek.

nyc_lionking.jpg

All outnya pemain broadway saat berakting, menari dan bernyanyi, tak jarang membuat mereka melirik panggung yang lebih gemerlap, yaitu layar lebar Hollywood. Sebut saja Hugh Jackman, Meryl Streep, Sarah Jesica Parker hingga artis muda Anna Kendrick yang baru dapat Piala Oscar, adalah jebolan broadway yang sekarang sukses di layar lebar.

Bisa lihat cuplikan pertunjukan babak awal The Lion King di klik di sini. Saat seremoni kelahiran Simba, dimana binatang masuk dari arah penonton. Lebih megah liat pertunjukan aslinya sih. Penonton dilarang membuat video atau foto saat pertunjukan. Foto di atas adalah satu-satunya foto yang saya ambil diam-diam. Abaikan kepala orang yang ikut terfoto 😀


Bersambung …. Monumen (9/11 Memorial, Liberty< Charging Bull, dll), Tempat Khas (China Town, Little Italy, dll) dan Musium.

Memahami New York City, The Big Apple

Sepintas New York City mirip dengan Jakarta. Banyak orang stress dengan kemacetan, banyak gedung tinggi pencakar langit, tunawisma di sudut-sudut kota, pengamen di kendaraan umum masal … you name it. Bedanya hanya suhu dingin menggigit karena kami berkunjung di akhir musim gugur.

Saat keluar dari Penn Station, stasiun kereta utama NYC, setelah 1 jam perjalanan dari JFK, banyak homeless yang menghampiri kami. Bergantian dengan sales yang menawarkan city tour bis hop on hop off. Saya yang hanya berdua si Bungsu harus pandai-pandai mengelak dengan halus, berusaha tidak membuat mereka marah. Dua perempuan wajah Asia begini, tentu jadi sasaran empuk mereka. Apalagi kalau sambil celingukan, ciri-ciri khas new kids on the block. Kami berdua berusaha terlihat cuek dan tegar. Padahal dalam hati kangen dengan Suami dan si Sulung yang yang biasa mendampingi, kali ini tidak pergi bersama kami.

Sambil menarik koper menuju hotel kami yang jaraknya hanya 400m dari Penn Station, suara hingar bingar jalanan mengiringi perjalanan kami. Klakson kemarahan mobil-mobil. Sirene polisi dan ambulans bersahut-sahutan. Tak ketinggalan makian pejalan kaki ke pengendara mobil. Adegan seperti ini terlihat jamak di NYC.

“You son of a b*tch!!! “ maki si pejalan kaki yang hampir ketabrak mobil, sambil mengepalkan tangan. Bukannya beranjak segera ke troatoar karena mau ketrabak, eh malah melotot dulu di zebra cross.

“It’s green you idi*t!!! Move your dumb *ss out of here!” teriak si pengendara mobil sambil mengeluarkan setengah badannya dari jendela mobil lalu mengklakson berulang kali. Hadeuuh … terkaget-kaget pertama dengarnya. Saya serasa berada di salah satu scene film Hollywood. Yah inilah New York City my friend. Dingin dan kasar.

About The Big Apple

NY_StateMapSebelum lanjut ceritanya, perlu diketahui perbedaan New York State dan New York City (NYC). State mirip dengan Propinsi lah. Jadi ada Propinsi New York, yang ibukotanya adalah Albany, bukan NYC. Ibu Kota atau Pusat Pemerintahan Amerika Serikat adalah Washington DC, bukan juga NYC. Lalu NYC apa dong, kok ngetop banget? New York City adalah kota metropolitan terbesar dan terpadat penduduknya di USA yang ada di New York State. Sering juga disebut sebagai pusat bisnisnya Amerika, dan mendapat julukan The Big Apple, sejak tahun 1920. Masih misteri mengapa disebut Big Apple. Mungkin NYC seperti apel yang menggoda Adam dan Hawa (etimology asal …)

Memahami Jalan di NYC

Meski kesan awal NYC nampak hiruk pikuk, tapi ternyata kotanya mudah ditelusuri kok. Areanya terbagi atas blok-blok, karena ada Jalan vertical dan jalan horizontal yang melintasi kota. Jalan-jalan vertical letaknya memanjang dari Utara ke Selatan. Nama jalannya dimulai dari 1st Avenue sampai ke 12th Avenue. Jalan horizontal jumlahnya lebih banyak dengan jarak yang lebih pendek. Jalan horizontal yang berada di sebelah kiri Central Park disebut West Street. Dari mulai 1st West Street hingga 270th West Street. Hal yang sama berlaku di East Street yang ada di sebelah kanan Central Park. Selain itu ada juga jalan-jalan yang diagonal atau melintang dan tidak sesuai pakem jalan vertical-horizontal tersebut. Salah satu jalan diagonal yang terkenal namanya Broadway. Tau dong nama jalan itu. Terkenal karena musical dan theatricalnya yang mendunia.NY_StreetMap

Jangan bingung dengan kenyataan di lapangan. Kalau di Indonesia, plang nama jalan berada tepat di depan mulut jalan. sedangkan di Amrik, plang nama jalan ada di samping. Jadi kalau kita ada di perempatan dan menghadap depan suatu mulut jalan, maka plang yang ada di depan mulut jalan itu adalah nama untuk jalan yang melintang di depan mulut jalan tsb. Bingung euy jelasinnya ….observasi sendiri deh 😀

Mengenali jalur subway

Selain itu kota New York dikenal juga dengan pembagian area. Karena bentuk kotanya yang memanjang, untuk memudahkan, kota terbagi atas 3 area. Area paling atas yang sejajar dengan Central Park disebut Upper Side. Lalu bagian tengah yang banyak gedung-gedung pencakar langit disebut Mid Town. Lalu bagian bawah yang terkenal dengan Financial District disebut Lower Side. Dengan mengetahui pembagian daerah ini maka kita akan mudah mencari tahu jalur-jalur Subway.

Membaca peta subway NYC sebenarnya mudah tapi membingungkan. Nah loh…apa maksudnya? Jalur kereta ada yg dinamai dengan abjad (dari A s/d W) lalu ada yang dinamai dengan angka (dari 1 s/d 7). Lalu jalur kereta dengan nama yang berbeda warnanya bisa sama. Keder kan?

Penjelasannya dari hasil browsing begini. Jalur kereta pertama dibangun oleh Interborough Rapid Transit tahun 1904 dan menggunakan angka untuk tiap jalur kereta. Beberapa tahun kemudian ada perusahan kedua yang membuka jalur baru dan menamakan jalurnya dengan huruf/alphabet. Perusahaan kedua diakuisisi oleh perusahaan pertama dan bersatu menjadi New York City Transit. Namun perbedaan penamaan abjad dan angka tetap dipertahankan.

Lalu buat apa ada pembedaan warna di peta jalur kereta? Warna hanya menunjukkan daerah utama yang dilewati. Daerah utama itu bisa dilewati 3 sampai 4 kereta yang berbeda.

  • 8th Avenue (A, C, E) ~ blue
  • 7th Avenue (1, 2, 3) ~ red
  • Broadway (N, Q, R, W) ~ yellow
  • 6 th Avenue (B, D, F, V) ~ orange
  • Lexington Avenue (4, 5, 6) ~ green
  • 14th Street Crosstown (L) ~ gray
  • 42nd Street Crosstown (7) ~ purple
  • Brooklyn/Queens Crosstown (G) ~ light green
  • Nassau Street (J, M, Z) ~ brown
  • shuttles ~ black

Warna ini memudahkan saya yang kemampuan membaca petanya dibawah rata-rata. Saya cukup mengingat untuk naik kereta blue line (warna favorit saya) untuk sampai ke hotel yang ada di dekat 8th Avenue.

Sedemikian detail saya mempelajari peta NYC karena my darling live GPS, alias Suami, tidak ikut bepergian. Sedangkan sepupu yang menemani saya selama di US nanti, yang satu tinggal di Iowa dan belum pernah ke NYC dan satu lagi tinggal di NY State dan baru sekali ke NYC sekitar 8 tahun yang lalu. Daripada nyasar barengan, paling tidak saya harus lebih tahu lah.

Sepupu saya yang dari Iowa baru muncul beberapa jam kemudian setelah saya check in hotel. Berhubung kecapean dengan perjalanan panjang dari Jakarta, saya langsung ketiduran blek sek setelah mandi. Sepupu saya butuh waktu lama juga untuk proses membangungkan saya dan si Bungsu. Dari mulai nelpon ke HP, ketok-ketok pintu dan baru sadar setelah telpon di kamar berdering.

Ah senangnya ketemu lagi dengan salah satu sepupu yang lumayan dekat saat masa kecil dan remaja. Setelah menghabiskan waktu dengan cerita panjang lebar melepas kangen akhirnya kami memutuskan jalan kaki ke Times Square, sekaligus cari makan malam. Lega juga saat si Sepupu nampak lebih siap dengan googlemap di IPhonenya. Wah gak bakal nyasar nih kita. Namun ternyata oh ternyata, saat membaca peta, dia garuk-garuk kepala juga untuk memutuskan apakah kita belok kanan, kiri atau terus. Hahaha …ternyata difficulty in reading map is running in our family. Untunglah si Bungsu masih turunan Bapaknya yang mudah membaca peta. Jadilah dia yang menentukan, “We should turn left, Tan.”

NY_Timesquare
Sampailah kami tanpa nyasar di Time Square dengan berjalan kaki.

 

Iri dengan Kuala Lumpur

Dari dulu saya tidak mau kalau diajak ke Malaysia kalau pakai uang sendiri. Pernah mampir ke Johor Baru beberapa jam saja karena ingin nyobain naik bis dari Singapur. Selanjutnya saya bertekad ke Malaysia lagi kalau ditugaskan oleh kantor saja, biar dibayarin. Tapi sampai saya resign, tidak pernah ada regional meeting di Ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Keengganan saya berkunjung ke KL didasari hal yang sama dengan keengganan saya berkunjung ke Bangkok. Buat apa sih berkunjung ke kota yang mirip-mirip dengan Jakarta?

Every city has its own charm. Kutipan itu yang akhirnya menjadi alasan saya ke KL pada 31 Januari 2017 … untuk pertama kalinya setelah setua ini. Alasan kedua karena ditawari tiket pesawat promo ke KL, dan kami belum ada rencana kemana-mana di tahun  baru, ya sudahlah kami ambil saja.

KL_CityView.jpg
Kuala Lumpur dari ketinggian Petronas Twin Tower

Sampai di Kuala Lumpur, mau tidak mau saya membandingkan Ibukota Malaysia ini dengan Ibukota kita tercintah Jakarta. Perbandingannya hanya scope kecil, karena saya hanya berada di seputaran Bukit Bintang saja. Kalau dibandingkan mungkin setara di segitiga bisnis Sudirman, Kuningan dan Thamrin. Inilah hasil observasi dari kenorakan saya di KL.

Bandara/Airport

Tiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), saya bersyukur Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta sudah jadi dengan mentereng di akhir 2016. Kalau tidak, bandara kita kalah gonjreng dengan Malaysia. Iya sih kita kalah cepat pembangunannya, karena Bandara KLIA diresmikan tahun 1998. Kereta Ekspress yang menghubungkan Bandara yang berada di pinggir kota menuju tengah kota juga sudah ada di Malaysia sejak tahun 2002. Meski masih berbangga diri kita punya kereta bandara yang sama, miris juga hati ini. Kita kok baru menyamai setelah lebih dari 15 tahun ya … hiks.

KL_Bandara
KL Int’l Airport vs Bandara Soekarno Hatta

Sama seperti di Jakarta, kendala naik kereta bandara di KLIA adalah mahalnya harga tiket. Kalau kita bepergian sendiri maka tiket kereta senilai RM 50/orang sangat menguntungkan. Tapi kalau keluarga 4 orang begini, maka taxi tetap menjadi pilihan utama. Dengan naik taxi online, kita cukup merogoh kantong sekitar RM 110 sudah termasuk bayar tol.

Penggunaan Bahasa Inggris

Entah mengapa saya selalu berbahasa Inggris di Malaysia. Padahal menghadapi wajah-wajah melayu biasanya otomatis saya berbahasa Indonesia. Mungkin karena banyaknya ras India dan China di KL, mengingatkan saya dengan Singapura. Mungkin juga saat saya bertanya atau berbicara dalam bahasa Inggris, hampir semua pekerja lini bawah seperti supir taxi, doorman hotel, kasir mini market, hingga petugas cleaning service, mereka bisa menjawab dalam bahasa Inggris.

Sebenarnya hal ini tidak mengherankan. Sebagai bekas jajahan Inggris selama 3 abad, Malaysia menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Loh … Indonesia dijajah Belanda lama, kok tidak menjadikan Bahasa Belanda sebagai bahasa kedua? Silakan belajar sejarah dan budaya dulu untuk membahas ini. Bisa panjang nanti tulisan ini 🙂

Penggunaan bahasa Inggris yang cukup luas di Malaysia tentunya menguntungkan dari sisi pariwisata. Turis merasa lebih welcome di Malaysia. Namun demikian Indonesia tetap harus bersyukur. Bahasa Indonesia berhasil menjadi bahasa persatuan di Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, generasi mudanya bisa berbahasa Indonesia. Tidak demikian dengan Malaysia. Kolega kentor saya yang dari Malaysia keturunan China, sangat lancar berbahasa Inggris tapi tidak bisa berbahasa Melayu. Bisa sih ngerti kalau mendengar Bahasa Melayu yang diucapkan tidak terlalu cepat, tapi kesulitan untuk menjawab dalam bahasa tersebut.

Malam Tahun Baru dan Sisa-sisa Hari Natal

Hotel saya berada dekat Bukit Bintang, pusat wisata dan belanja di KL. Malam tahun baru di pusat kota meriah sekali. Berjalan keluar Hotel menjelang detik-detik pergantian tahun, banyak orang berjalan setengah berlari menuju Petronas Twin Tower. Seperti ada kerusuhan saja. Namun melihat mereka berlari sambil tertawa, bahkan yang wanita memakai bando yang ada lampunya di atas kerudungnya, maka kami yakin orang-orang itu sedang mencari tempat yang terbuka untuk melihat kembang api. Kami pun segera mengikuti mereka.

Tepat jam 12 malam, letusan kembang api yang indah warna-warni menghiasi langit KL. Sekitar 10 menit tanpa henti kembang api melesat bergantian diiringi seruan “wow” para penonton. Langit Jakarta saat tahun baru, setahu saya juga dihiasi dengan letusan kembang api. Jadi sama lah ya.

Yang berbeda adalah hiasan natal di mall. Kalau di Jakarta hiasan natal sudah lebih banyak “disamarkan” menjadi bentuk kado, rusa, lampu warna-warni, atau winter holiday, di KL suasana Natal sangat jelas. Depan Suria KLCC, salah satu shopping mall pertama yang megah di KL, menjulang tinggi pohon natal. Iya pohon natal dengan bintang di atasnya. Lalu di dalam mall lain ada jejeran pohon natal di salah satu lobinya. Hiasan cantik ini menjadi objek foto oleh orang Malaysia tua-muda, berjilbab ataupun tidak. Suasana Natal yang akrab ini membuat saya semakin ingin mengenal Malaysia.

KL_XmasTree

Banyak Turis

Saat sarapan di hotel, banyak sekali turis Bule, Timur Tengah dan Asia memenuhi meja-meja sarapan. Mereka umumnya disertai dengan anak dan istri. Liburan keluarga lah ceritanya. Saya tidak yakin apakah di Jakarta juga banyak yang datang untuk liburan keluarga? Setahu saya kebanyakan untuk keperluan bisnis.

Para turis ini juga banyak keleleran di mall, di pasar-pasar modern, dan berjalan kaki santai di trotoar kota. Mereka merasa aman dan nyaman membawa keluarganya berlibur di KL (walaupun terus terang, tidak banyak yang bisa dilihat, dibanding kalau liburan ke Jakarta). Sepertinya perasaan “aman” adalah yang terpenting. Bisa berjalan santai bersama keluarga, tanpa dihantui oleh demo anu, demo itu atau demo angka yang berjilid-jilid.

Jalan protokol dan trotoar yang rapi

Dari jendela kamar hotel, saya melihat dimulainya aktivitas kota KL dengan kemacetan. Tidak separah di Jakarta sih. Dibandingkan Bangkok pun, Kuala Lumpur masih relative teratur. Motor ada, tapi tidak banyak seperti tawon merubung di lampu merah. Yang jelas sih tidak ada ojek online. Kata menteri Perhubungan Malaysia, ojek online membuat suatu kota nampak terbelakang. Siaul loh, nyindir Jakarta banget. Gak tau apa bentar lagi becak juga dilegalkan di Jakarta? (tepok jidat, nyengir miris dengan keadaan Ibukota sendiri)

Saat Jakarta tercinta sedang ramai pro dan kontra atas ditutupnya kawasan Brother Land yang katanya demi untuk pedagang kecil dan pejalan kaki, Malaysia sudah punya solusi jitu yang memanjakan pejalan kaki.

Namanya KLCC Pedestrian Walkway. Tempat khusus yang dibangun untuk pejalan kaki dengan bentuk lorong panjang sejauh 1 km lebih dikit dan letaknya di atas melewati jalan raya. Jarak tempuh dengan berjalan kaki di pedestrian ini jadi lebih singkat dibanding bila kita naik mobil yang harus berkelok-kelok dan terkena macet. Lorong pejalan kaki ini menghubungkan area Kuala Lumpur City Center (KLCC) dan Bukit Bintang, yang merupakan daerah pertokoan, hotel dan perkantoran yang ramai oleh hilir mudik manusia. Para pejalan kaki melewati lorong ini dengan nyaman karena terlindung dari hujan (karena ruangan tertutup) dan panas (dilengkapi AC). Tersedia escalator dan lift untuk naik ke area ini, sangat membantu para disabilitas dan yang membawa kereta bayi.

KL_Pedestrian

Namanya juga Pedestrian Walkway …ya memang tempat yang dikhususkan buat pejalan kaki. Tidak ada tuh alasan demi melindungi pedagang kecil, mereka boleh menggelar dagangannya di area ini. Ada CCTV dan polisi yang mengawasi setiap sudut area ini. Selain nyaman, kami juga merasa aman. Apalagi saat malam hari tempat ini juga terang benderang.

Tempat Belanja Seni yang Terorganisir

Lalu dimanakah para pedagang kecil berjualan? Apakah PemKot Kuala Lumpur kurang keberpihakan? Hhmm… jangan salah. Para pedagang kecil disediakan tempat khusus berjualan di pasar-pasar modern yang tertata rapi, bersih dan berAC. Tempat berjualan pedagang kaki lima ini juga dipromosikan sebagai tempat wisata. Bahkan jalur bus Hop on Hop Off menjadikan tempat-tempat pedagang kecil ini sebagai stop area dengan promosi “area yang layak dikunjungi” karena nilai historisnya, harga murah dan unik.

Saya menyempatkan mampir ke gedung tempat pedagang seni dan kerajinan. Meskipun terkikik geli melihat batik Malaysia, tapi patut diacungi jempol cara mereka menata para pedagang. Sangat rapi dan teratur. Pedagang dan pengunjung tidak berjubel. Hallwaynya cukup lebar untuk orang berlalu lalang sambil melihat barang dagangan.

Namun demikian, kalau untuk urusan seni dan budaya, memang Indonesia jauuuuh lebih kaya. Barang dagangan di pasar seni KL banyak mencomot budaya seni negara tetangganya. Patung-patung dan kerajinan kayu dari Jawa, Bali dan Papua ada di sini. Mungkin batik Indonesia yang cantik juga ada, tapi saya belum eksplor ke semua lantai. Bahkan motif gajahnya Thailand pun dijual juga dalam bentuk patung, kerajinan tangan dan baju. Pasar ini lebih cocok disebut Pasar Seni Budaya Tetangga daripada Pasar Seni Malaysia.

Landmak Kota

Kalau membandingkan landmark kota, sebaiknya membandingkan Petronas Twin Tower (88 lantai) dengan Monas atau dengan Cemindo Tower (66 lantai), gedung tertinggi saat ini di Jakarta? Cemindo Tower masih kalah tinggi 90 meter dengan Petronas. Lagipula kalau dilihat keunikannya Petronas dengan menara kembarnya terlihat unik dibandingkan dengan menara tunggal saja.

KL_Tower
Ki-ka: Cemindo Tower, Petronas Twin Tower, Monas

Kalau begitu Petronas kita bandingkan dengan Monas sebagai landmark. Memang bila dilihat dari ketinggiannya, Monas yang tingginya hanya setengahnya Cemindo Tower akan kalah. Monas sebagai landmark jangan dilihat dari ketinggiangnya, tapi bisa dilihat dari sisi nilai historisnya. Atau dari fungsinya yang bisa berubah-ubah, sebagai monumen sekaligus sebagai tempat ibadah massal, bila diperlukan. Bisa juga sebagai tempat berkumpulnya pedagang kecil. Nanti katanya fungsinya juga akan diubah sebagai taman besar kota seperti Central Park New York. Hebat bukan landmark Jakarta? Bisa Multifungsi!

Benchmark ke KL, perlukah?

Sebelum berkunjung ke Kuala Lumpur, mungkin saya akan menjawab pertanyaan itu dengan mencibir. Tapi setelah melihat dengan mata kepala sendiri perkembangan Kuala Lumpur yang sangat masif, saya khawatir kalau Jakarta tidak melirik ke Malaysia maka Jakarta akan tertinggal. Ibaratnya lomba lari, sesekali perlu melirik lawan kita ada dimana. Jangan sampai asik sendiri dengan berbagai teknik dan aturan yang gak perlu, tau-tau lawan yang kita abaikan ternyata sudah jauh melesat di depan …

Bandara JFK yang tidak rumit

Saya mengawali tulisan ini dengan tips. Untuk perjalanan pesawat yang lama (lebih dari 20 jam), pastikan anda minta sikat gigi ke pramugari. Efek tidak sikat gigi saat di udara akan terasa lapisan gigi yang “lebih tebal” daripada saat kita tidak sikat gigi di darat.

Pagi itu pesawat berbadan lebar Airbus 380 mendarat mulus di Bandara JFK New York. Mood saya cerah ceria melihat New York pertama kali dari jendela pesawat. Ditambah dengan perut yang sudah kenyang sarapan, gigi sudah bersih, bahkan sudah cuci muka dan bedakan, membuat saya tak henti-hentinya bersyukur padaNya.

Continue reading “Bandara JFK yang tidak rumit”

Menuju USA – Pemeriksaan Berulang karena SSSS

Setelah selesai urusan visa US di akhir Agustus, saya dan si Bungsu berangkat ke USA di awal November 2017. Kami berangkat hanya berdua saja untuk perjalanan panjang selama 25 jam. Tujuan utama saya ke Amrik adalah mengantar si Bungsu, cewek, yang masih kelas 2 SMA untuk lomba debat. Rombongan grup sekolahnya sudah berangkat duluan beberapa hari sebelumnya. Si Bungsu terpaksa berangkat terpisah karena ada beberapa kegiatan yang harus diikuti sebelum berangkat. Dan supaya ada alasan juga emaknya bisa nganterin 😀

Untuk perjalanan panjang seperti ini, harus dipastikan naik pesawat yang nyaman. Makanannya enak, kursinya nyaman gak sempit dan inflight entertainment-nya banyak. Transit timenya cukup (gak kelamaan dan gak kecepetan) dan bandaranya bagus. Jadilah kami naik Emirates, yang kebetulan sedang promo dengan harga seribu dollar kurang dikit. Harga itu masih dipotong poin dari miles skywords yang kami kumpulkan dari penerbangan sebelumnya.

Continue reading “Menuju USA – Pemeriksaan Berulang karena SSSS”

Mengurus Sendiri Visa USA/Amerika

Visa USA atau visa Amerika sering dianggap visa dewa. Banyak yang berpendapat prosesnya sulit. Namun kesulitan mendapat visa USA katanya akan terbayar kemudian. Karena setelah Visa USA mejeng di passport maka perolehan visa negara lain menjadi lebih mudah. Katanya …

Jika dibandingkan dengan proses pengajuan aplikasi visa Schengen dan Visa UK, menurut saya proses pengajuan aplikasi visa Amerika justru terasa lebih mudah. Beneran. Yang sulit dan bikin deg-degan adalah proses interviewnya…

Continue reading “Mengurus Sendiri Visa USA/Amerika”